NO SILENT |
Lupa
diri, itulah yang membuat suami kemudian lebih suka menyendiri.
Dulu, Ia mencurahkan dirinya untuk memberi kasih.
Ada saatnya ia ingin kembali ke dirinya sendiri.
Saat itu ia lebih suka berdiam diri dan semuanya ia jauhi.
Itulah gambaran ketika laki-laki memasuki periode meditasi.
Namun, di akhir periode ini ia akan kembali lagi menjadi jiwa yang pemberi.
Dulu, Ia mencurahkan dirinya untuk memberi kasih.
Ada saatnya ia ingin kembali ke dirinya sendiri.
Saat itu ia lebih suka berdiam diri dan semuanya ia jauhi.
Itulah gambaran ketika laki-laki memasuki periode meditasi.
Namun, di akhir periode ini ia akan kembali lagi menjadi jiwa yang pemberi.
Sebagian
Istri, mungkin akan heran dan takut luar biasa ketika sang suami dalam keadaan
seperti ini.
Namun perlu dipahami,
Ini memang salah satu dari sekian tabiat laki-laki.
Tabiat istri kemudian mendorongnya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan suami
Ia kemudian mencoba mendekati sang suami, tapi itu tidak membantu sama sekali.
Lalu sang istri ini mulai menyalahkan dirinya sendiri.
Namun perlu dipahami,
Ini memang salah satu dari sekian tabiat laki-laki.
Tabiat istri kemudian mendorongnya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan suami
Ia kemudian mencoba mendekati sang suami, tapi itu tidak membantu sama sekali.
Lalu sang istri ini mulai menyalahkan dirinya sendiri.
Tapi
ia menemukan bahwa tidak ada perbuatannya yang menyalahi.
Ia kemudian marah kepada sang suami.
Suami sudah berubah menjadi egois.
Suami tidak memperhatikan dirinya lagi.
Ia kemudian marah kepada sang suami.
Suami sudah berubah menjadi egois.
Suami tidak memperhatikan dirinya lagi.
Bait-bait
puisi ini mencerminkan perbedaan tabiat laki-laki dan perempuan. Bila laki-laki
mengalami kejenuhan atau mengalami masalah yang sangat pelik. Ia akan mencoba
untuk memcahkan masalah itu sendiri. Dan itu dilakukannya dengan diam. Lalu
timbul pertanyaan, mengapa ia tidak mencari pertolongan dari sang istri? Dalam
dunia lelaki, laki-laki memandang dunia ini seperti perlombaan dan piramida. Ia
akan berjuang untuk mencapai puncak piramida.
Laki-laki
akan merasa terhina ketika istri memberi nasehat akan masalah yang sebenarnya
bisa dipecahkan sendiri oleh sang suami. Niat sang istri memang baik, namun
ketidakpahamannya akan tabiat laki-laki membuat pertolongannya sia-sia belaka.
Bila suami sudah menyerah atau ia memang membutuhkan pertolongan maka akan
meminta tolong.
Sang
istri kemudian gelisah ketika melihat sang suami berubah menjadi diam. Mengapa
ia tidak perhatian lagi dengan diriku? Mengapa pula ia tidak mau diajak bicara?
Apakah ia sudah tidak lagi mencintaiku? Apakah aku sudah berbuat salah
sehingga ia menjauhiku? Pertanyaan ini lumrah muncul dari benak wanita.
Dalam
tabiat perempuan, bila ia sedang dirundung suatu masalah maka ia secara alami
tidak dapat memecahkan masalahnya dengan konsentrasi penuh. Perempuan itu cara
berpikirnya ekspansif. Bila ada suatu masalah ia akan menghubungkannya dengan
hal-hal lain yang masih bersangkut maupun yang tidak bersangkut. Hal ini
membuat ia gelisah. Inilah yang membuat wanita lama bila disuruh berpikir
sendiri, terlebih untuk mengambil suatu keputusan. Bisa terlihat ketika
disusruh menentukan keputusan lamaran, mengambil kebijakan keuangan mendadak,
dan lain sebagainya.
Itulah
yang membuat perempuan secara naluriah menceritakan permasalahannya kepada
orang lain. Tidak hanya hal pokok yang ia hadapi tapi semua hal yang bersangkut
dengannya. Bahkan ia terkadang membicarakan sesuatu itu sampai pada
detailnya. Cara ini yang terkadang tidak disukai lelaki. Kebanyakan
laki-laki menganggap hal ini keluhan kepadanya. Tidak sama sekali, memang
begitu tabiat perempuan. Perempuan yang menceritakan permasalahannya akan
dengan sendirinya menemukan ketenangan dan pemecahan dari masalahnya. Makanya
kebanyakan kita melihat perempaun akan lega setelah ia menceritakan semua
masalahnya. Cara yang terbaik dilakukan laki-laki adalah menanggapi dengan baik
dan menjadi pendengar yang baik. Memang itu menjemukan bagi laki-laki. Tapi
percayalah itu akan membuat cinta istri semakin bersemi. (Disarikan dari buku Psikologi
Suami Istri, ditulis oleh Dr. Thariq Kamal an-Nu’aimi, Bab 3)
Wallahu
a’lam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar