Minggu, 29 Juni 2014

Tiga Kunci Utama Raih Kesuksesan dan Kebahagiaan



Yang menyebabkan umat Islam belum mampu unggul atas umat lain, karena umat Islam sendiri belum sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran Islam secara kaffah
SIAPA manusia yang lahir ke dunia ini yang tidak ingin sukses, semua pasti sangat menginginkannya. Tetapi, faktanya kenapa banyak orang gagal?
Semua itu bukan karena mereka tidak pintar, tidak punya kesempatan atau tidak kaya. Yang terjadi adalah mereka tidak memegang kunci utama untuk sukses dalam belajar dan berkarya di masyarakat.
Jika dikatakan bahwa setiap pintu ada kuncinya, demikian pula halnya dengan setiap urusan, termasuk urusan kesuksesan. Semua ada kuncinya. Lantas apa kunci utama untuk sukses itu?
Jika mengacu pada apa yang Allah sampaikan di dalam Al-Qur’an, maka setidaknya ada tiga kunci utama untuk meraih sukses belajar dan berkarya di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Membaca
Bagaimana seorang Muslim akan bisa memegang kunci utama sukses bila ia sendiri tidak mengetahui apa itu kunci utama. Dalam konteks ini maka membaca sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Apalagi, secara historis ayat pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alayhi wasallam adalah perintah tentang membaca. Dengan kata lain, idealnya setiap Muslim itu minimal memiliki kecintaan atau tradisi membaca.
Hal ini telah dicontohkan oleh generasi sahabat dan ulama salafus-shalih. Utamanya dalam membaca Al-Qur’an. Para sahabat bahkan tidak sekedar membaca tetapi sangat antusias mengamalkan bacaan Al-Qur’annya, sehingga wajar jika mereka tidak pernah dilanda kegalauan dan kebingungan.
Dari generasi ulama terdahulu kita bisa lihat dari apa yang diteladankan oleh Imam Syafi’i. Kita bisa bayangkan, dalam usia 7 tahun sudah bisa hafal Al-Qur’an dan pada usia 9 tahun sudah bisa menghafal sebuah buku yang ditulis Imam Malik.
Hal ini menjadi satu bukti kuat bahwa membaca adalah kunci utama untuk sukses belajar dan berkarya di masyarakat. Dan, hasilnya pun bisa terbukti, kala dewasa Imam Syafi’i tidak saja mampu menulis kitab yang dibutuhkan zamannya tetapi juga menjawab tantangan kaum orientalis yang hendak mengobrak-abrik tatanan keilmuan Islam di bidang fiqh dan usul fiqh.
Jadi, mulai sekarang canangkan semangat untuk gemar membaca, utamanya membaca Al-Qur’an, Hadits, Sejarah Nabi serta sahabat, dan buku-buku yang bermanfaat dalam membangun semangat kita untuk menjadi Muslim yang bermanfaat dalam kehidupan ini. Karena membaca adalah salah satu kunci utama untuk sukses belajar dan berkarya di masyarakat.
Jika kita memang benar-benar mengikuti sunnah Nabi Muhammad dan berpegang di atas prinsi ahlussunnah wal jama’ah sudah semestinya kita mengisi hari-hari kita dengan senantiasa gemar membaca.
Bersungguh-sungguh
Setelah membaca, kita mesti bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah agama. Mulai dari yang bersifat wajib, sunnah atau pun hal-hal tertentu yang bisa meningkatkan kualitas diri kita sebagai Muslim yang bertakwa.
Kata bijak mengatakan, “Setiap manusia berangkat dari titik yang sama, dan yang membedakan hasil dan posisi nantinya adalah tingkat kesungguhannya.”
Seperti kita ketahui, yang menjadikan pribadi sahabat di zaman Nabi unggul bukan karena mereka cerdas atau lengkap fasilitas, tetapi karena mereka bersungguh-sungguh menjalankan ajaran Islam secara kaffah.
Sebaliknya hari ini, yang menyebabkan umat Islam belum mampu unggul atas umat lain, karena umat Islam sendiri belum sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran Islam secara kaffah. Baik dalam konteks individu maupun kolektif, sehingga Islam tidak termanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, untuk saat ini mari fokuskan pada diri kita masing-masing untuk bersungguh-sungguh dalam mengisi hari-hari sesuai tuntunan Rasulullah. Mulai dari bersungguh-sungguh membaca, mengkaji, menggali dan mendalami Al-Qur’an dan Sunnah berikut mengamalkannya, sampai benar-benar sungguh-sungguh dalam menempa diri untuk menjadi Muslim yang berkualitas dan bermanfaat.
Apabila ini bisa kita lakukan, insya Allah akan ada jalan dari sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana janji-Nya;
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS: Al-Ankabut [29]: 69).
Dan, dalam pepatah Arab dikatakan, “Man Jadda wajada” (siapa yang bersungguh-sungguh niscaya akan sampai).
Istiqomah
Setelah membaca, kemudian bersungguh-sungguh, langkah selanjutnya adalah istiqomah (konsisten). Ide besar apa pun dan tenaga sekuat apa pun jika tidak konsisten dalam menjalaninya tidak akan memberikan dampak sedikit pun. Karena itu kunci utama yang tidak kalah pentingnya adalah istiqomah.
Dalam pepatah bijak kita dikatakan, “Belakang parang pun, bila diasah setiap hari akan tajam juga.” Artinya, siapa pun, dari mana pun, keturunan siapa pun kalau memang istiqomah dalam menempa dirinya dalam ketaatan akan sukses juga.
Hal itulah yang dilakukan oleh Zaid bin Haritsah, anak angkat Rasulullah yang sebagian orang menyebutnya sebagai budak. Karena istiqomah meneladani Nabi, ia bisa menjadi seorang jenderal pasukan Muslim. Pun demikian dengan putranya, Usamah bin Zaid yang dipercaya Rasulullah menjadi panglima pasukan Muslim kala menghadapi tentara Romawi.
Jadi, istiqomah itu sangat luar biasa. Orang biasa akan jadi luar biasa dengan istiqomah. Orang tidak diperhatikan akan tumbuh menjadi pribadi yang diperhitungkan dengan istiqomah. Oleh karena itu, istiqomahlah dalam iman, takwa dan peningkatan kualitas diri. Sebab, segala kesulitan kuncinya ada pada keistiqomahan. Allahu A’lam.*/Imam Nawawi, Pimred Majalah Mulia



Sumber : http://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2014/05/26/22138/tiga-kunci-utama-raih-kesuksesan-dan-kebahagiaan.html

Tiga Persiapan Menyambut Ramadhan



Dewasa ini, kegembiraan menyambut Ramadhan yang dilakukan oleh sebagian besar umat Islam hanya sebatas seremonial atau pencitraan diri agar dipandang tetangga
Ramadhan merupakan bulan mulia karena mengandung perintah Allah dan seruan Rasulullah untuk berpuasa wajib sebulan penuh. Pada bulan ini juga wahyu Allah yang berupa ayat-ayat Al-Quran diturunkan ke muka bumi. Keutamaan Ramadhan lainnya ialah terdapat Lailatul Qadr di dalamnya, yakni satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Maka, bergembiralah kita sebagai umat Islam dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan ini.
Rasulullah selalu memberi kabar gembira kepada para Sahabatnya setiap kali datang bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk berpuasa di dalamnya. Pada bulan itu juga dibukakan pintu Surga serta ditutupnya pintu-pintu Neraka…” (Riwayat Ahmad).
Demikian halnya para Sahabat dan tabi’in di zaman Rasulullah maupun sesudahnya, mereka senantiasa bergembira dengan kedatangan bulan Ramadhan. Sebagaimana Mulla bin al-Fadhel pernah menyatakan bahwa perilaku para salaf sholeh terhadap kemuliaan Ramadhan adalah mereka selalu berdoa dan memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat bertemu Ramadhan dan memohon selama enam bulan agar amal ibadahnya selama Ramadhan diterima Allah Subhanahu Wata’ala.
Namun apa yang terjadi dewasa ini, kegembiraan menyambut Ramadhan yang dilakukan oleh sebagian besar umat Islam hanya sebatas seremonial atau pencitraan diri agar dipandang tetangga. Banyak orang yang mengaku Islam justru merasa sesak dengan hadirnya Ramadhan yang mewajibkan umat Muslim berpuasa sebulan penuh tersebut. Karena Ramadhan dianggap sebagai belenggu bagi kebebasan orang-orang tersebut. Belenggu yang dimaksud misalnya mereka dilarang makan, dilarang minum dan tidak boleh melakukan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya.
Dari uraian tersebut, satu hal yang mesti ditekankan adalah bagaimana agar meraih sukses ibadah puasa selama Ramadhan. Puasa Ramadhan merupakan perintah wajib bagi seluruh umat Islam yang telah dewasa (baligh) dan tidak memiliki uzur untuk menunaikannya. Puasa adalah ibadah yang cukup berat karena  melibatkan rohani dan jasmani secara bersinergi, tanpa melepaskan unsur teknis personal maupun sosial. Ibadah puasa tidak seperti ibadah wajib lainnya yang dapat dilihat bahkan diukur atau dinilai secara kasat mata.
Misalnya shalat, dengan begitu mudah kita dapat mengetahui seseorang yang sedang mengerjakan shalat dan yang tidak pernah shalat. Begitu juga halnya dengan orang-orang yang berzakat dan yang belum membayar zakat. Dengan kasat mata, kita dapat mengetahui dan mengukur keimanan orang-orang yang pelit atau kikir dalam membelanjakan hartanya di jalan Allah. Kita juga dapat membedakan orang yang sedang menjalankan ibadah haji atau sekedar plesiran.
Berbeda dengan puasa, ibadah puasa adalah ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan orang yang melakukannya. Amal ibadah puasa akan langsung dinilai oleh Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis Qudsi yang menyatakan bahwa setiap amal anak-cucu nabi Adam akan kembali pada dirinya masing-masing, kecuali puasa. Puasa itu untuk Allah dan Allah juga yang menanggung pahalanya.
Persiapan Meraih Sukses Ramadhan
Persiapan menyambut bulan puasa tidak hanya bersifat material semata, namun juga harus didukung oleh konsep spiritual yang benar-benar terprogram. Dengan kata lain, semaksimal mungkin kita harus mempersiapkan diri dan rohani untuk menyongsong datangnya bulan Ramadhan. Banyak hal yang mesti dipersiapkan sebelum kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, agar ibadah puasa kita tidak percuma. Sebagaimana peringatan dari Rasulullah, bahwa: “Banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga.”(HR. Ahmad).
Banyak hal yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam dalam rangka menyambut Ramadhan demi meraih kualitas terbaik selama beribadah di bulan Ramadhan. Etika menyambut Ramadhan harus benar-benar dijaga agar tidak merusak amalan selama menunaikan ibadah puasa dan ibadah lainnya. Beberapa hal yang semestinya kita prioritaskan sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadhan di antaranya:
Berniat dan Berdoa. Sesungguhnya baik buruknya amal seseorang terletak pada niatnya. Dengan niat yang benar dan ikhlas karena mengharap ridho Allah maka insya Allah puasa kita akan berkualitas. Setelah memiliki niat yang benar, maka berdoalah kepada Allah, memohon untuk dijaga hati dan diri kita agar benar-benar siap menyambut bulan Ramadhan. Tentunya dengan doa kita juga berharap Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan dalam keadaan sehat dan kuat baik jasmani dan rohani, serta memiliki semangat beribadah. Rasulullah pernah berdoa, “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta pertemukanlah kami dengan Ramadhan.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).
Meningkatkan Khazanah Keilmuan. Setiap Muslim diwajibkan membekali diri dengan ilmu ketika hendak beribadah kepada Allah. Harapannya agar amal ibadah yang dilakukannya sesuai dengan tuntunan Islam. Demikian halnya ibadah di bulan Ramadhan terutama puasa, kita harus mengetahui rukun dan hal-hal yang dapat merusak ibadah puasa. Perintah berilmu juga merupakan perintah Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anbiya’ [21]: 7,
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Artinya:  “Maka bertanyalah pada orang-orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui.”
Mensucikan Diri. Logikanya, ketika seseorang menyambut tamu penting misalnya pejabat atau orang-orang yang dihormati.
Tentu ia harus bersih diri, tempat dan lingkungan sekitarnya. Demikian halnya Ramadhan, bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulullah tersebut. Seharusnya kita membersihkan diri dari segala dosa dan meninggalkan segala maksiat untuk menyambut kedatangan Ramadhan, bulan penuh berkah ini.
Betapa rugi orang-orang yang berpuasa menahan lapar dan dahaga, tetapi dirinya masih berbuat maksiat. Sebagaimana dalam haditsnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, ”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka tidak ada bagi Allah kepentingan terhadap puasa (yang sekedar meninggalkan makan dan minum.” (Riwayat Bukhari).
Menyusun Program Kebaikan. Dalam meraih sukses tentu diperlukan rencana-rencana cerdas dan matang. Inilah yang juga diperlukan setiap Muslim yang ingin meraih sukses ibadahnya, terlebih khusus ibadah di bulan Ramadhan. Sudah menjadi tradisi setiap Ramadhan akan terdapat peningkatan aktivitas keislaman. Di mana-mana banyak diselenggarakan kajian-kajian Islam, gerakan sosial sedekah dan zakat, sholat sunnah berjamah dan ibadah lainnya.
Agar kita dapat menunaikan semua itu tanpa meninggalkan kewajiban pribadi, maka perlu sekali untuk menyusun program selama Ramadhan. Tentu program-program yang baik dan bernilai manfaat seperti menyiapkan takjil berbuka bagi orang lain, aktif mengikuti kegiatan di masjid sekitar, menyantuni anak-anak yatim dan kaum dhuafa, memperbanyak bersilaturrahim, mengadakan kajian-kajian yang membahas seputar keutamaan Ramadhan dan program lainnya.
Demikianlah beberapa hal yang semestinya menjadi etika kita ketika menyambut datangnya bulan penuh berkah ini. Tujuannya semata-mata demi meraih ridho Allah karena kita dapat mengisi bulan Ramadhan dengan amal ibadah yang maksimal dan dapat mengambil manfaatnya. Semoga kita dapat menyelesaikan ibadah di bulan Ramadhan ini dengan predikat terbaik di hadapan Allah dan kita dijauhkan dari hal-hal yang membuat ibadah kita sia-sia.
“Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Dan berapa banyak orang yang mendirikan shalat malam hanya mendapatkan begadang saja.” (HR. An-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hubban).*
Penulis adalah dosen STKIP Hidayatullah Batam

DIBALIK DIAMNYA PRIA


NO SILENT

Lupa diri, itulah yang membuat suami kemudian lebih suka menyendiri.
Dulu, Ia mencurahkan dirinya untuk memberi kasih.
Ada saatnya ia ingin kembali ke dirinya sendiri.
Saat itu ia lebih suka berdiam diri dan semuanya ia jauhi.
Itulah gambaran ketika laki-laki memasuki periode meditasi.
Namun, di akhir periode ini ia akan kembali lagi menjadi jiwa yang pemberi.
Sebagian Istri, mungkin akan heran dan takut luar biasa ketika sang suami dalam keadaan seperti ini.
Namun perlu dipahami,
Ini memang salah satu dari sekian tabiat laki-laki.
Tabiat istri kemudian mendorongnya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan suami
Ia kemudian mencoba mendekati sang suami, tapi itu tidak membantu sama sekali.
Lalu sang istri ini mulai menyalahkan dirinya sendiri.
Tapi ia menemukan bahwa tidak ada perbuatannya yang menyalahi.
Ia kemudian marah kepada sang suami.
Suami sudah berubah menjadi egois.
Suami tidak memperhatikan dirinya lagi.
Bait-bait puisi ini mencerminkan perbedaan tabiat laki-laki dan perempuan. Bila laki-laki mengalami kejenuhan atau mengalami masalah yang sangat pelik. Ia akan mencoba untuk memcahkan masalah itu sendiri. Dan itu dilakukannya dengan diam. Lalu timbul pertanyaan, mengapa ia tidak mencari pertolongan dari sang istri? Dalam dunia lelaki, laki-laki memandang dunia ini seperti perlombaan dan piramida. Ia akan berjuang untuk mencapai puncak piramida.
Laki-laki akan merasa terhina ketika istri memberi nasehat akan masalah yang sebenarnya bisa dipecahkan sendiri oleh sang suami. Niat sang istri memang baik, namun ketidakpahamannya akan tabiat laki-laki membuat pertolongannya sia-sia belaka. Bila suami sudah menyerah atau ia memang membutuhkan pertolongan maka akan meminta tolong.
Sang istri kemudian gelisah ketika melihat sang suami berubah menjadi diam. Mengapa ia tidak perhatian lagi dengan diriku? Mengapa pula ia tidak mau diajak bicara? Apakah ia sudah tidak lagi mencintaiku? Apakah aku sudah berbuat salah sehingga ia menjauhiku?  Pertanyaan ini lumrah muncul dari benak wanita.
Dalam tabiat perempuan, bila ia sedang dirundung suatu masalah maka ia secara alami tidak dapat memecahkan masalahnya dengan konsentrasi penuh. Perempuan itu cara berpikirnya ekspansif. Bila ada suatu masalah ia akan menghubungkannya dengan hal-hal lain yang masih bersangkut maupun yang tidak bersangkut. Hal ini membuat ia gelisah. Inilah yang membuat wanita lama bila disuruh berpikir sendiri, terlebih untuk mengambil suatu keputusan. Bisa terlihat ketika disusruh menentukan keputusan lamaran, mengambil kebijakan keuangan mendadak, dan lain sebagainya.
Itulah yang membuat perempuan secara naluriah menceritakan permasalahannya kepada orang lain. Tidak hanya hal pokok yang ia hadapi tapi semua hal yang bersangkut dengannya. Bahkan ia terkadang membicarakan sesuatu itu sampai pada detailnya. Cara ini yang terkadang tidak disukai lelaki. Kebanyakan laki-laki menganggap hal ini keluhan kepadanya. Tidak sama sekali, memang begitu tabiat perempuan. Perempuan yang menceritakan permasalahannya akan dengan sendirinya menemukan ketenangan dan pemecahan dari masalahnya. Makanya kebanyakan kita melihat perempaun akan lega setelah ia menceritakan semua masalahnya. Cara yang terbaik dilakukan laki-laki adalah menanggapi dengan baik dan menjadi pendengar yang baik. Memang itu menjemukan bagi laki-laki. Tapi percayalah itu akan membuat cinta istri semakin bersemi. (Disarikan dari buku Psikologi Suami Istri, ditulis oleh Dr. Thariq Kamal an-Nu’aimi, Bab 3)
Wallahu a’lam bishowab.