Di
dalam buku-buku sirah nabawiyah sudah banyak dijelaskan kisah masyhur orang
munafik di kalangan Rasulullah dan para sahabatnya di Madinah. Ya, dialah sang
tokoh munafik Madinah, Abdullah bin Ubay bin Salul. Sebelum Rasulullah hijrah
ke Madinah, kedua suku besar di Madinah yaitu suku Aus dan Kajraj ingin memulai
sebuah perdamaian dengan akan diangkatnya seorang pemimpin dari kalangan
mereka. Setelah bermusyawarah mereka pun sepakat untuk mengangkat Abdullah bin
Ubay bin Salul untuk menjadi pemimpin besar kedua suku tersebut. Hingga
pemimpin itu sudah dipersiapkan untuk upacara pembai’atan, datanglah Rasulullah
SAW yang hijrah dari Mekah menuju Madinah. Kaum muslimin di Madinah pun
menyambutnya dengan suka cita. Dengan datangnya seorang Rasul di kalangan mereka,
maka otomatis pemimpin tertinggi kaum muslimin adalah Rasulullah SAW. Dengan
begitu gugurlah jabatan Abdullah bin Ubay bin Salul untuk menjadi pemimpin
mereka.
Dari
kejadian tersebut muncullah dalam diri Abdullah bin Ubay bin Salul perasaan
kecewa, dengki, iri dan marah atas gagalnya ia menjadi pemimpin Madinah.
Perasaan itu senantiasa ia bakar dengan perbuatan-perbuatan yang tujuannya
merusak kesolidan kaum muslimin. Walaupun ia juga ikut masuk Islam, namun
hatinya menolaknya. Ia berpura-pura baik terhadap kaum muslimin, juga
senantiasa mengikuti ibadah-ibadah yang dilaksanakan kaum muslimin. Namun di
sisi lain ia terus mengobarkan kebencian dan menghasut semua sahabat-sahabat
Rasulullah untuk membenci Rasul. Allah menutup pintu hatinya dari hidayah,
hingga ia matipun masih dalam keadaan munafik.
Dengan
melihat kisah tersebut, kita tahu bahwa di dalam barisan dakwah yang dipimpin
seorang Rasul pun masih ada orang munafik yang tumbuh subur dan menggerogoti
barisan dari dalam. Di antara tujuan mereka melakukan adalah; membuat kekacauan
di kalangan internal, memprovokasi dan menebarkan perpecahan dalam du’at
dan barisan para pejuang. Dan yang paling berbahaya adalah mereka meneliti
rencana para dai dan rahasia para pejuang dan memberikan informasi-informasi
berharga tersebut kepada pihak-pihak tertentu dari musuh-musuh dakwah.
Salah
seorang pakar tafsir Prof. Dr. Zaid Umar al ‘Ishi ketika menjelaskan Surat Al
Munafiqun beliau menyatakan bahwa Surat Al-Munafiqun adalah surat yang
menjelaskan tentang pergerakan dan manuver kaum munafik. Isi dari surat ini
adalah menjelaskan tentang bagaimana penyusupan kaum munafik dalam kehidupan
kaum muslimin. Berkaitan akan bahaya tipu daya dan manuver mereka, maka Allah
memberikan rambu-rambu sebagaimana dalam firman-Nya: “Mereka (orang-orang
munafik) adalah musuh maka hati-hatilah dari mereka…” (QS. Al-Munafiqun:
4).
Kisah
tentang kaum munafik bukanlah sebatas dongeng pengantar tidur. Namun, kisah
tentang munafik harus dijadikan pelajaran bahwa kalangan ini akan terus eksis
selama di sana masih ada yang namanya komunitas mukmin. Dan ini sebenarnya bisa
diatasi dengan adanya filter ketat, baik ketika masih berada dalam fase dakwah,
persiapan maupun ketika dalam kondisi meletusnya semangat berjuang.
Nashir al Jullail menyatakan, “Hendaknya barisan kaum muslimin dibentengi dari
infiltran yang menampakkan kesalehan, kecintaannya kepada dakwah dan jihad. Sehingga mereka (kalangan munafik) tidak
bisa masuk menembus barisan para dai. Karena mereka akan berusaha masuk lebih
jauh hingga sampai kepada pemangku kebijakan atau dalam level yang bisa
memberikan pengaruh dalam perjalanan dakwah”
Adapun
saran yang ditawarkan oleh al Jullail selain yang sudah disebutkan sebelumnya,
agar terbebas dari infiltrasi adalah; peduli akan terbentuknya pribadi-pribadi
yang kokoh, melakukan pembinaan dan pendidikan terhadap para kader meskipun
memakan waktu yang cukup panjang, tidak memberikan posisi yang strategis kecuali
sosok-sosok yang sudah teruji pendidikannya, kesabaran, keutamaan, ketaqwaan
dan kejujurannya, serius dalam pendidikan dan pembinaan serta cermat dalam
memilih, tetap hati-hati terhadap kalangan yang mempunyai rekam jejak ada
kemunafikan meskipun mereka sudah terlihat saleh, juga harus waspada dengan
sosok-sosok yang namanya langsung melambung secara mendadak di tengah barisan du’at,
mencari faktor yang melambungkan namanya, apakah karena jerih payah amalnya
atau karena ada pihak-pihak tertentu yang mengorbitkan dan melejitkannya,
jangan sekali-kali memberikan posisi dakwah kepadanya.
Dakwah
karena Allah yang dilakukan bersama-sama adalah tujuan yang yang sangat mulia,
jangan sampai barisan yang telah kita susun rapi dan solid dihancurkan oleh
orang munafik yang dilakukan dari dalam tubuh kita sendiri. Sikap waspada
terhadap apapun adalah langkah awal untuk mencegah hal-hal yang dapat merusak
barisan dakwah. Wallahu’alam bi showab.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/10/16/58492/orang-munafik-dalam-barisan-dakwah/#axzz3L5JHWEFx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar